Rabu, 02 Juni 2010

बेलाजर filsafat

Asal-usul Syekh Siti Jenar



Published on January 16, 2009 in Artikel Islam.
Syekh Siti Jenar lahir sekitar tahun 829 H/1348 C/1426 M (Serat She Siti Jenar Ki Sasrawijaya; Atja, Purwaka Tjaruban Nagari (Sedjarah Muladjadi Keradjan Tjirebon), Ikatan Karyawan Museum, Jakarta, 1972; P.S. Sulendraningrat, Purwaka Tjaruban Nagari, Bhatara, Jakarta, 1972; H. Boedenani, Sejarah Sriwijaya, Terate, Bandung, 1976; Agus Sunyoto, Suluk Abdul Jalil Perjalanan Rohani Syaikh Syekh Siti Jenar dan Sang Pembaharu, LkiS, yogyakarta, 2003-2004; Sartono Kartodirjo dkk, [i]Sejarah Nasional Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1976; Babad Banten; Olthof, W.L., Babad Tanah Djawi. In Proza Javaansche Geschiedenis, ‘s-Gravenhage, M.Nijhoff, 1941; raffles, Th.S., The History of Java, 2 vol, 1817), dilingkungan Pakuwuan Caruban, pusat kota Caruban larang waktu itu, yg sekarang lebih dikenal sebagai Astana japura, sebelah tenggara Cirebon. Suatu lingkungan yg multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai suku.
Selama ini, silsilah Syekh Siti Jenar masih sangat kabur. Kekurangjelasan asal-usul ini juga sama dgn kegelapan tahun kehidupan Syekh Siti Jenar sebagai manusia sejarah.
Pengaburan tentang silsilah, keluarga dan ajaran Beliau yg dilakukan oleh penguasa muslim pada abad ke-16 hingga akhir abad ke-17. Penguasa merasa perlu untuk “mengubur” segala yg berbau Syekh Siti Jenar akibat popularitasnya di masyarakat yg mengalahkan dewan ulama serta ajaran resmi yg diakui Kerajaan Islam waktu itu. Hal ini kemudian menjadi latar belakang munculnya kisah bahwa Syekh Siti Jenar berasal dari cacing.
Dalam sebuah naskah klasik, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas,
“Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia berdarah kecil saja (rakyat jelata), bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….
Jadi Syekh Siti Jenar adalah manusia lumrah hanya memang ia walau berasal dari kalangan bangsawan setelah kembali ke Jawa menempuh hidup sebagai petani, yg saat itu, dipandang sebagai rakyat kecil oleh struktur budaya Jawa, disamping sebagai wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
Syekh Siti Jenar yg memiliki nama kecil San Ali dan kemudian dikenal sebagai Syekh ‘Abdul Jalil adalah putra seorang ulama asal Malaka, Syekh Datuk Shaleh bin Syekh ‘Isa ‘Alawi bin Ahmadsyah Jamaludin Husain bin Syekh ‘Abdullah Khannuddin bin Syekh Sayid ‘Abdul Malikal-Qazam. Maulana ‘Abdullah Khannuddin adalah putra Syekh ‘Abdul Malik atau Asamat Khan. Nama terakhir ini adalah seorang Syekh kalangan ‘Alawi kesohor di Ahmadabad, India, yg berasal dari Handramaut. Qazam adalah sebuah distrik berdekatan dgn kota Tarim di Hadramaut.
Syekh ‘Abdul Malik adalah putra Syekh ‘Alawi, salah satu keluarga utama keturunan ulama terkenal Syekh ‘Isa al-Muhajir al-Bashari al-‘Alawi, yg semua keturunannya bertebaran ke berbagai pelosok dunia, menyiarkan agama Islam. Syekh ‘Abdul Malik adalah penyebar agama Islam yg bersama keluarganya pindah dari Tarim ke India. Jika diurut keatas, silsilah Syekh Siti Jenar berpuncak pada Sayidina Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah. Dari silsilah yg ada, diketahui pula bahwa ada dua kakek buyutnya yg menjadi mursyid thariqah Syathariyah di Gujarat yg sangat dihormati, yakni Syekh Abdullah Khannuddin dan Syekh Ahmadsyah Jalaluddin. Ahmadsyah Jalaluddin setelah dewasa pindah ke Kamboja dan menjadi penyebar agama Islam di sana.
Adapun Syekh Maulana ‘sa atau Syekh Datuk ‘Isa putra Syekh Ahmadsyah kemudian bermukim di Malaka. Syekh Maulana ‘Isa memiliki dua orang putra, yaitu Syekh Datuk Ahamad dan Syekh Datuk Shaleh. Ayah Syekh Siti Jenar adalah Syekh Datuk Shaleh adalah ulama sunni asal Malaka yg kemudian menetap di Cirebon karena ancaman politik di Kesultanan Malaka yg sedang dilanda kemelut kekuasaan pada akhir tahun 1424 M, masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sumber-sumber Malaka dan Palembang menyebut nama Syekh Siti Jenar dgn sebutan Syekh Jabaranta dan Syekh ‘Abdul Jalil.
Pada akhir tahun 1425, Syekh Datuk Shaleh beserta istrinya sampai di Cirebon dan saat itu, Syekh Siti Jenar masih berada dalam kandungan ibunya 3 bulan. Di Tanah Caruban ini, sambil berdagang Syekh Datuk Shaleh memperkuat penyebaran Islam yg sudah beberapa lama tersiar di seantero bumi Caruban, besama-sama dgn ulama kenamaan Syekh Datuk Kahfi, putra Syehk Datuk Ahmad. Namun, baru dua bulan di Caruban, pada tahun awal tahun 1426, Syekh Datuk Shaleh wafat.
Sejak itulah San Ali atau Syekh Siti Jenar kecil diasuh oleh Ki Danusela serta penasihatnya, Ki Samadullah atau Pangeran Walangsungsang yg sedang nyantri di Cirebon, dibawah asuhan Syekh datuk Kahfi.
Jadi walaupun San Ali adalah keturunan ulama Malaka, dan lebih jauh lagi keturunan Arab, namun sejak kecil lingkungan hidupnya adalah kultur Cirebon yg saat itu menjadi sebuah kota multikultur, heterogen dan sebagai basis antarlintas perdagangan dunia waktu itu.
Saat itu Cirebon dgn Padepokan Giri Amparan Jatinya yg diasuh oleh seorang ulama asal Makkah dan Malaka, Syekh Datuk Kahfi, telah mampu menjadi salah satu pusat pengajaran Islam, dalam bidang fiqih dan ilmu ‘alat, serta tasawuf. Sampai usia 20 tahun, San Ali mempelajari berbagai bidang agama Islam dgn sepenuh hati, disertai dgn pendidikan otodidak bidang spiritual.

tarekat akmaliyah

PERKEMBANGAN TASAWWUF DI INDONESIA.


Oleh : Hammad


I. MUQODDIMAH.

Segala puji bagi Allah Robb Semesta Alam. Sholawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabat-shahabatnya serta para pengikutnya yang istiqomah sampai hari qiamat.
Indonesia adalah negara yang di kenal dunia dengan jumlah penduduknya yang manyoritas beragama muslim. Namun dibalik jumlah yang menakjubkan ini banyak yang merasa terpana dengan rialita kehidupan masyarakatnya. Mulai dari gaya berpakaiannya, akhlaqnya, cara berbicaranya dan cara beribadah yang sekian ragam bentuknya.

Kebanyakan ajaran-ajaran yang berkembang di Indonesia sekarang bukanlah sebagaimana ajaran yang di bawa Rosulullah ketika itu, sudah banyak penyelewengan yang terjadi, salah satunya adalah berkembangnya ajaran tasawwuf yang cukup menjamur di semua kalangan. Mulai dari kalangan elit, selebritis, sarjana, sampai kepada buruh. Artinya ajaran ini memang sangat pesat perkembangannya. Bannyak komentar dan alasan mereka "saya resah, saya menemukan problem, saya setres, saya banyak masalah, hati saya kotor maka saya belajar tasawwuf agar memperoleh ketenangan" dengan segudang alasan itulah mereka berbondong-bondong mengikuti kajian-kajian tasawwuf, hingga perkumpulan tasawwuf atau tarekat tidak kekurangan jamaah sehingga mereka tinggal memilih yang cocok dengan selera mereka. Namun kita perlu mengingat-ingat kembali perkataan seorang ulama' Muhammad bin Idris as Syafi'I, beliau berkata : "Tidaklah seorang yang berakal itu masuk ke dalam ajaran tasawwuf pada permulaan siang kecuali ia telah gila ketika masuk waktu sholat asar" ( al Jihad wal Ijtihad:216).

Artinya begitu bahanya ajaran ini terhadap keyakinan manusia sehinga di gambarkan bahwa orang yang masuk mengikuti ajaran tasawwuf di pagi hari di sore hari ia telah manjadi gila.
Kali ini kami berusaha menampilkan sebuah makalah yang berjudul "Perkembangan Tasawwuf di Indenesia".

II. SEKILAS ANTARA TAREKAT DAN TASAWWUF

Tarekat berasal dari lafadz arab thariqah artinya jalan. Kemudian mereka maksudkan sebagai jalan menuju Tuhan, ilmu batin, tasawwuf.
Perkataan tarekat (jalan bertasawwuf yang bersifat praktis) lebih dikenal ketimbang tasawwuf, khususnya dalam kalangan para pengikut awam yang merupakan bagian terbesar.

Tarekat tidak membicarakan filsafat tasawwuf, tetepi merupakan amalan (tasawwuf) atau prakarsanya. Pengamalan tarekat merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada peraturan-peraturan syariat islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan praktek-praktek dan mengerjakan amalan yang bersifat sunnah, baik sebelum maupun sesudah sholat wajib, dan mempraktekkan riyadhoh. Para kiai menganggap dirinya sebagai ahli tarekat. (Tasawwuf Belitan Iblis : 119)

III. MACAM-MACAM TAREKAT.

1. Tarekat Hadadiyah.
Tarekat yang didirikan oleh Habib Abdullah bin Alwi Al Hadad yang wafat thn 1095 M di Yaman. Banyak orang yang takut ikut tarekatnya berhubung ratibnya yang terkenal, Ratib al hadad, dipercayai sebagai doa selamat yang bermantra. Pengaruhnya tak hanya di Aceh, tapi hampir di seluruh negara Indonesia.

2. Tarekat Khalwatiyah.
Tarekat yang di propagandakan dalam abad -18 oleh Syaikh Musthofa al Bakri di Mesir dan Suriah. Salah seorang tokoh tarekat ini ialah Ahmad At Tijani yang berasal dari Aljazair.

3. Tarekat Mu'tabaroh Nahdliyin.
Para kiai pada tanggal 10 Oktober 1957 M mendirikan suatu badan federal bernama Pucuk Pimpinan Jam'iyah Ahli Tarekah Mu'tabaroh, sebagai tindak lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang. Belakangan dalam muktamar NU 1979 di Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini bertujuan :
a. meningkatkan pengamalan syareat islam di kalangan masyarakat.
b. Mempertebal kesetian masyarakat kepada ajaran-ajaran dari salah satu madzhab yang empat.
c. Menganjurkan para anggota agar meningkatkan amalan-amalan ibadan dan mu'amalah, sesuai dengan yang dicontohkan ulama' sholihin.
Alasan ulama' mendirikan badan federasi ini adalah :
1. untuk membimbing organisasi-organisasi tarekat yang dinilai belum mengajarkan amalan-amalan yang sesuai dengan Al Qur'an dan hadist.
2. Untuk mengawasi organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalahgunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak di benarkan oleh ajaran-ajaran agama.

4. Tarekat Maulawiyah.
Tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar Rumi, meninggal dunia di Anatolia, Turki. Dzikirnya disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar, agar dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana menjadi teladan bagi orang lain.

5. Tarekat Naqsabandiyah.
Tarekat ini mula-mula didirikan di Turkistan oleh Bahiruddin Naqsyabandy (sumber lain menyebutkan, Muhammad bin Muhammad Baharuddin Al Bukhori 1317-1389 M, bukan imam Al Bukhori perowi hadits), dan di Indonesia tarekat yang paling berpengaruh. Pimpinannya Ulaiman Effendi, mempunyai markas besar yang terletak di kaki gunung Abu Qubbais di pinggiran kota Makkah. Pengikut-pengikutnya kebanyakan dari Turki, dan wilayah-wilayah Hindia Belanda dulu, serta dibekas jajahan Inggris di daerah Melayu.

Pada umumnya tarekat ini paling banyak pengikutnya di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini. Terekat ini adalah tarekat terbesar di dunia, juga di Indonesia,dan di anggap paling terawat baik. Ada seleksi untuk jadi pengikutnya. Markasnya di Jawa ada di Jombang, Semarang dan Sukabumi serta Labuhan Haji (Aceh) di Pesantren Syaikh Waly, Khalidi.

6. Tarekat Qadariyah.
Asal mulanya di Baghdad, dan dipandang paling tua. Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir al Jailani (1077-1166 M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan fiqih dari Madzhab Hambali.

Pelajaran tarekat Qadariyah tidak jauh berbeda dari pelajaran islam pada umumnya. Hanya saja tarekat ini mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluq, rendah hati dan menjahui fanatisme dalam keagamaan maupun politik. Keistemewaan tarekat ini ialah dzikir dengan menyebut-nyebut nama Tuhan. Kaum Qadariyah terlalu menyamakan Tuhan dengan manusia. Paham Qadariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari paham Mu'tazilah, karena imam-imamnya dari Mu'tazilah.

Ada anggapan bahwa membaca Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani pada tanggal 10 malam tiap bulan bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya popular baik di Jawa maupun di Sumatra.
Kadangkala tarekat ini digabung dengan Naqsabandiyah menjadi terekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya (Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom yang sering dikunjungi Harun Nasutiaon, Dan Jombang (Jawa Timur).

7. Tarekat Qadariyah Naqsabandiyah.
Gabungan ajaran dua terekat, yaitu tarekat Qadariyah dan tarekat Naqsabandiyah, pendirinya Syaikh Khotib Sambas. Tarekat ini merupan sarana yang sangat penting bagi penyebaran agama islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di Makkah antara pertengahan abad ke-19 sampai dengan perempatan pertama abad ke-20.

8. Tarekat Rifaiyah.
Didirikan oleh Syaikh Ahmad bin Ali Abul Abas (wafat 578 H/1183 M). Syaikh Ahmad yang konon guru Syaikh Abdul Qadir jailani, begitu asyik berdzikir hingga tubuhnya terangkat keatas angkasa. Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah memerintahkan kepada bidadari-bidadari untuk memberinya rebana di dadanya, daripada menepuk-nepuk dada.
Tapi syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa, begitu khusuknya, sehingga ia tidak mendengar suara rebananya yang nyaring itu. Padahal seluruh dunia mendengar suara rebana itu.

Terakat ini agak fanatik dan anggotanya dapat melakukan hal-hal yang ajaib, misalnya makan pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya. Rifaiyah, yang memang merinci tarekatnya dengan rebana, di Acah dulu pernah berkembang besar dan disebut Rapa'I sudah sulit mencarinya yang asli, yang masih berpegang teguh pada ajaran.

9. Tarekat Samaniyah.
Tarekat yang dikenal di Jawa Barat dan Aceh, didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman dari Madinah, Arab Saudi yang wafat tahun 1702 M. Manaqib (riwayah hidup) Syaikh Saman banyak di baca orang yang mengharap berkah. Manakib itu ditulis oleh Syaikh Siddiq al madani, murid beliau.

Disitu tertulis "barang siapa berziyarah kemakam Rosulullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman ziarahnya sia-sia. Juga disebutkan "siapa yang menyeru nama Syaikh tiga kali, hilang kesedihannya. Siapa yang makan makanannya masuk surga. Siapa yang berziarah kemakamnya serta membaca doa-doa untuknya, diampuni dosanya. Tarekat Saman sekarang menjadi tari Seudati di Aceh. Dzikir Saman mulanya hampir sama dengan dzikir-dzikir yang lain. Namun kemudian berkembang menjadi dzikir yang ekstrim.

10. Tarekat Sanusiah.
Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Ali as Sanusi, tahun 1837 M, di Aljazair, meninggal dunia tahun 1957 M. pusat tarekat ini di Libia.

11. Tarekat Siddiqiyah.
Asal usul tarekat ini tidak begitu jelas, dan tidak terdapat di negara-negara lain. Muncul dan berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh kegiatan Kiai Mul\khtar Mukti yang mendirikan tarekat ini tahun 1953.

12. Tarekat Syattariah.
Tarekat yang dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari di India. Tarekat ini di Jawa masih ada, misalnya di sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya di zaman Sultanah (ratu) Safiatuddin. Tarekat ini dibawah oleh Syaikh Abdurrouf Singkil yang kemudian menggelar Syiah Kuala.

13. Tarekat Syaziliah.

Tarekat yang didirikan oleh Ali As Syazili, terdapat di Afrika Utara, Arab dan Indonesia, walaupun tidak luas tersebarnya dan pengaruhnya relative kecil.

14. Tarekat Tijaniyah.
Tarekat yang didirikan oleh Ahmad at Tijani. Tarekat ini dengan cepat meluas di Afrika Barat dan dinegara-negara lain, diantaranya Indonesia. Di Afrika tarekat ini telah banyak yang mengislamkan orang-orang Negro.

15. Tarekat Wahidiyah.
Tarekat yang ini didirikan oleh Kiai Majid Ma'ruf di Kedonglo, Kediri Jawa Timur, 1963 M. Teoritis tarekat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah mengucapkan sumpah untuk menjadi anggota, siapa saja yang mengamalkan Dzikir salawat Wahidiyah sudah dianggap sebagai anggota. Motivasi mendirikan tarekat ini adalah meningkatkan ketaatan orang islam kepada perintah-perintahagama. Pendirinya menganggap masyarakat Jawa dewasa ini mengalami kekosongan agama dan kejiwaan. Itulah sebabnya ia mengajak masyarakat islam agar meningkatkan ketaqwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali mengucapkan dzikir, ( fafirruu ila llaha ) "marilah kita kembali kepada Allah" (lihat Tasawwuf Belitan Iblis hal:119-127)
Namun perlu di ketahui bahwa macam-macam tarekat ini tidak semua ada di Indonesia, hanya saja ada kesamaan-kesamaanya.

IV. AWAL MUNCULNYA TASAWWUF DI INDONESIA

Menelusuri mewabahnya aliran ini di Indonesia, maka hal ini tidak lepas dari pada peran andil orang-orang yang melakukan study ( belajar ) ke negara Timur tengah. Lebih khusus lagi adalah Arab Saudi yang pada waktu itu belum diwarnai dengan gerakan tajdid (pembaharuan) yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ( Beliau lahir pada tahun 1115 H / 1695 M dan meninggal pada tahun 1206 H / 1786 M ). Diantara para pelopor berkembangnya aliran tasawuf di Indonesia, sebagaimana yang disebutkan dibeberapa literatur diantaranya adalah : Nuruddin Ar Raniri ( wafat tahun 1658 M ),Abdur Rouf As Sinkili (1615 -1693 M ), Muhammad Yusuf Al makkasary ( 1629-1699 M ).

Mereka ini belajar di kota Makkah dan melakukan kontak keilmuan dengan para Syuyukh dari mancanegara yang bermukim di kota Makkah. Diantara para syuyukh itu adalah Ahmad Al Quraisy, Ibrohim Al Kuroni dan Muhammad Al barzanji.
Abdurrouf Assinkili setelah belajar beberapa lama kemudian diangakat sebagai kholifah Tarekat Syatariyah oleh Muhammad Al Quraisy. Dirinya kembali ke Aceh setelah gurunya meninggal . Keberadaanya di tanah Aceh cukup dipandang oleh para penduduk bahkan dijadikan sebagai panutan dimasyarakat, bermodal kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepadanya serta kegigihan murid-muridnya, maka dengan mudahnya ia berhasil mengembangkan ajaran Thariqot sufiyahnya dengan perkembangan yang sangat pesat hingga paham itu tersebar sampai ke Minang kabau ( Sumatra Barat ). Salah satu murid Abdur Rouf as Sinkili yang berhasil menyebarkan paham ini adalah Burhanuddin.

Setelah meninggal kuburan Burhanuddin ini menjadai pusat ziarah dimana para penziarah itu melakukan praktek peribadatan yang aneh. Timbulnya aliran yang aneh ini menimbulkan pertentangan yang tajam, terutama setelah beberapa orang yang datang dari Arab Saudi yang pada waktu itu sudah terwarnai dengan aliran pembaharuan ( Ahlusunnah wal jama'ah ) yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab . Pertentangan ini berlanjut yang pada akhirnya pecah perang PADRI . Demikianlah jejak pemahaman yang ditinggalkan oleh As Sangkili yang berkembang pesat ditanah Minang yang terkenal dengan religiusnya itu.. As Sankili meningggal dan dikuburkan di Kuala, mulut sungai Kapuas. Tempat tersebut kini menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi banyak orang.

Sedang Muhamad Yusuf Al Makasary setelah bertemu dengan gurunya yakni Syaikh Abu Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al Kholwati Al Khurosy As Syami Ad Dimasqy, kemudian diberi otoritas untuk menjadi kholifah bagi aliran Thariqot Kholwatiyah dan diberi gelar dengan Taj Al Kholwati ( Mahkota Kholwati ). Setelah kembali ke Aceh ia pun mulai mengembangkan paham Kholwatiyah ditanah Rencong ini.

Adapun Nuruddin Muhammad bin Ali bin Muhammad Ar Raniri masuk ketanah Aceh pada masa ke,kuasaan sultan Iskandar Muda. Pada masa itu yang berperan sebagai mufti kerajaan adalah Syamsudi As Sumatrani, putra kelahiran Aceh yang diberi gelar ulama' dan berpemahaman Sufi Wujudiyah. Dikarenakan kedudukan yang disandangnya cukup strategis, maka dengan mudah ia mengembangkan paham yang dianutnya itu. Syamsudin ini bekerjasama dengan Hamzah Fansuri, seorang ulama' yang banyak mengekspresikan pemahamannya melalui keindahan kata ( prosa ).

Dan dari beberapa catatan literatur diperoleh informasi, bahwa orang-orang Indonesia dan Melayu yang study di Timur Tengah, kemudian pulang ke Nusantara dan menyebarkan ajaran tasawwuf (tarekat) masih banyak lagi. Ada beberapa nama yang perlu di sebutkan disini mengingat keterkaitannya dalam penyebaran tarekat di Indonesia yang hingga sekarang ajarannya masih berujud. Mereka adalah Abdus Shomad al Palimbani dan Muhammad Arsyad al Banjari (1710,1812 M). Nama terakhir ini termasuk yang mamapu merombak wajah Kerajaan Banja di Kalimantan Selatan. Bahkan karya bukunya yang banyak dikaji di beberapa wilayah Indonesia dan Asia Tenggara, Sabil Al Muhtadiin, kini diabadikan sebagai nama masjid besar di Kota Banjar Masin.

Abdus Shomad al Palimbangi, Muhammad Arsyad al Banjary serta dua rekan mereka, Abdul Wahab ( Sulsel ) dan Abdurrohman ( Jakarta ) merupakan orang-orang Tarekat yang berguru kepada Syaikh Muhammad As Saman, selain itu tersebut pula nam-nama lainnya sepeti Nawawi Al Bantani ( 1230 -1314 M ), Ahmad Khotib As Sambasi, Abdul Karim Al Bantani , Ahmad Rifa'I Kalisasak, Junaid Al batawy, Ahmad Nahrowi Al Banyumasi ( wafat 1928 M ), Muhammad Mahfudz At Termasi ( 1842- 1929 M ), Hasan Musthofa Al Garuti ( 1852-1930 M )dan masih bannyak lagi yang lainnya. Sebagian besar dari mereka pulang kembali dan menyebarkan ajarannya di Indonesia .namun demikian, tidak semua orang yang belajar ditanah Arab kembali dengan membawa ajaran baru atau terperangkap dalam pemahaman tasawuf, Ahmad bin Khotib bin Abdul Latief Al Minangkabawi ( 1816-1916 M ) adalah salah satu contohnya. Beliau inilah yang mula-mula berani menyatakan pendiriannya membatalkan amalan-amalan ahli tarekat, terutama sekali tarekat Naqsabandiyah yang selalu menghadirkan Syaikhnya dalam ingatan saat ber "Tawwajjuh". Syaikh Ahmad bin Khotib memfatwakan kepada ummat untuk kembali kepada ajaran Islam yang benar menurut Al Qur'an dan As Sunnah serta menghindarkan diri dari perbuatan syirik dan mengharamkan penghadiran guru ketika beribadah sebagaimana yang telah banyak dilakukan oleh para penganut tarekat Naqsabandiyah .

Pendapat yang berkembang dikalangan Ahlu Tarekat, dewasa ini di Indonesia bekembang dua macam kelompok tarekat, yaitu tarekat mu'tabarah dan ghairu mu'tabarah. Beberapa kelompok yang tergolong mu'tabarah seperti; Qodariyah, Naqsyabandiyah, Tijaniyah, Syathariyah, Syadzaliyah, Khalidiyah, Samaniyah dan Alawiyah. Dari sekian banya Thariqot mu'tabarah (berdasarkan muktamar NU di pekalongan tahun 1950, dinyatakan 30 macam Thariqot yang di nilai mu'tabarah ), Thariqot Naqsabandiyah - Qodariyah merupakan yang terbesar.

Tarekat Qodariyah Naqsyabandiyah cukup meluas perkembangannya. Di Jawa Barat salah satu pusat penyebaran adalah di pesantren Suryalaya, Tasikmalaya, yang kini dipimpin Kiai Shahibul Wafa' Tajul Arifin alias Abah Anom. Berdasar silsilah, keberadaan Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah di Pesantren Suryalaya, berasal dari Mursyid Ahmad Khatib As-Sambasi. Mursyid satu ini memiliki tiga orang murid yang bernama Syaikh Abdul Karim Al-Bantani, Syaikh Khalil Bangkalan dan Syaikh Thalhah dari kali sapu, Cirebon, dari Syaikh Thalhah inilah Abah Sepuh ( ayah abah anom ) menerima estapeta Tarekat Qodariyah-Naqsabandiyah dan dari Abah Sepuh lantas di turunkan kepada putranya, Abah Anom hingg sekarang.

Selain ragam tarekat yang telah disebutkan dimuka, masih banyak lagi bentuk-bentuk tarekat yang kini berkembang di indoanesia. Di jawa barat berkembang Tarekat Idrisiyah, Qodaryah-Idrisiyah, Syathariyah, Syathariyah-Muhammadiyah, Tarekat Lahir Bathin dan Tarekat Tijaniyah. Nama Tarekat terakhir ini salah satu pusat penyebarannya adalah di Cirebon adapun di Sumatera Selatan berkembang Tarekat Shalawah. Di Jambi selain Naqsyabandiyah juga berkembang Tarekat Mufaridiyah. Sedang di Kalimantan Selatan berkembang Tarekat Qadariyah-Nadsabandiyah serta di sulsel Tarekat Khalwatiyah Saman.

Demikian secara ringkas kita dapat mengetahui dan memahami penyebaran dan perkembangan syiar tashawuf di negeri ini, dan beberapa hari yang lalu kita juga telah kedatangan pemimpin Tarekat Naqsabandiyah Haqqani, Syaikh Nazim Adil Haqqani. Dia merupakan Mursyid ke-40 dalam mata rantai Tarekat Naqsyabandiyah Haqqani. Ia ditahbiskan sebagai Mursyid pada tahun 1973 menggantikan Abdullah Faiz Ad Daghestani.
(Koran Republika, 28 April 2001 M, nomor 110 thn ke-9, Lihat Majalah As Sunnah, Edisi 170/ ThKe-2 )

V. PERKEMBANGAN TASAWWUF MASA KINI

Dalam dasawarsa terakhir ini, komunitas sufi mewarnai kehidupan perkotaan. Tak sedikit dari kalangan eksekutif dan selebriti menjadi peserta kursus atau terlibat dalam suatu kamunitas tarekat tertentu. Alasan mereka mencebur kesana memang beraneka ragam. Misalnya, mengejar ketenangan batin atau demi menyelaraskan kehidupan yang gamang.

Secara antoprologis, sufisme kota di kenal sebagai trend baru di Indonesia sepanjang dua dekade ini. Sebelumnya, sufisme lebih dikenal sebagai gejala beragama di pedesaan. Sufisme kota, kata Muslim Abdurrohman, bisa terjadi minimal karena dua hal: pertama : hijrahnya para pengamal tasawwuf dari desa ke kota, lalu membentuk jamaah atau kursus tasawwuf. Kedua : sejumlah orang kota bermasalah tengah mencari ketenangan ke pusat-pusat tasawwuf di desa. Adapun sufisme secara sederhana didifinisikan sebagi gejala minat masyarakat pada tasawwuf. Sufisme adalah istilah yang popular dalam literatur barat (Sufism), sedangkan dalam literatur arab dan indonesia hingga 1980-an adalah tasawwuf.

Derektur Tazkia Sejati Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa sufisme diminati masyarakat kota sebagai alternatif terhadap bentuk-bentuk keagamaan yang kaku. Sufisme juga menjadi jalan untuk pembebasan.

Azyumardi Azra, Rektor IAIN Jakarta, telah memetakan dua model utama sufisme masyarakat kota dewasa ini. Pertama : sufisme kontemporer (biasanya berciri longgar dan terbuka siapapun bisa masuk) yang aktivitasnya tidak menjiplak model sufi sebelumnya. Model ini dapat dilihat dalam kelompok-kelompok pengajian eksekutif, seperti Paramadina, Tazkia Sejati, Grend Wijaya.dan IIMaN. Model ini pula yang berkembang di kampus-kampus perguruan tinggi umum. Kedua : Sufisme konvesionel. Yaitu gaya sufisme yang pernah ada sebelumnya dan kini diminati kembali. Model ini adalah yang berbentuk tarekat (Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, Syatariyah, syadzziliyah, dan lain-lain), ada juga yang nontarekat (banyak di anut kalangan Muhammadiyah yang merujuk tasawwuf Buya Hamka dan Syekh Khatib al-Minangkabawi).

Asep Usman Ismail, kandidat doktor bidang tasawwuf dari IAIN Jakarta, menilai bahwa tasawwuf model tarekat lebih di terima di kalangan menengah kebawah. Sementara kalangan menengah keatas cenderung memilih tasawwuf nontarekat".
"Tasawwuf yang diminati masyarakat kota jelas model tarekat" kata Asep. Mereka tidak berorientasi pada tasawwuf klasik, seperti model tarekat dengan segala riyadhonya (pelatian). Itu tidak di minati kecuali tarekat yang bisa menyesuaikan dengan suasana perkotaan", ia menambahkan.

Bentuknya tentu yang singkat, esensial, dan instant. Dunia tasawwuf bagi masyarakat kota, semacam obat gigi "saya resah, saya menemukan problem, saya setres, maka saya belajar tasawwuf agar memperoleh ketenangan", ujar Asep, menirukan keluhan para pengikut tarekat di kalangan perkotaan itu.

Asep juga menilai, dari lima komponen tarekat : mursyid, murid, wirid, tata tertib, dan tempat, yang paling berat bagi masyarakat kota adalah wirid dan tata tertib. Adapun tata tertib yang paling tidak masuk dalam logika orang modern adalah baiat kesetiaannya kepada guru. "Mereka ingin bebas tanpa baiat, dan tak mau terjebak kultus", kata Asep. Orang-orang kota juga tidak berminat pada zikir yang panjang-panjang, apalagi harus berpuasa. ( lihat Majalah Gatra, hal : 65-67, edisi 30 September 2000 M ).

VI. KELOMPOK PENGAJIAN TASAWWUF

Banyak orang percaya bahwa manusia itu bisa bermesraan dengan Tuhan. Dalam terekat hubungan semacam ini di sebut dengan Fana. Berikut ini beberapa contoh kelompok pengajian sufi :

a. Yayasan Wakaf Paramadina
Paramadina berdiri 31 oktober 1966 M. lembaga ini lebih mirip kelompok diskusi. Sasarannya masyarakat menengah atas di Jakarta. Ini sesuai dengan letak kantornya, di kawasan elite pondok Indah Plaza, Jakarta selatan. Nur Cholis Majid pendirinya, sejak awal bermaksud mendirikan sebuah kelompok yang terbuka. Persisi dengan karekter Nurcholis sendiri.

Untuk itu, Paramadina menawarkan paket kajian agama dengan lingkup yang luas. Tapi, berdasar pengalaman, pelajaran tasawwuf lebih mengikat anggota. Pesertanya rata-rata 40 orang. Namun kalau pas lagi membicarakan tasawwuf, yang hadir sampai 120 orang. Mereka adalah (menyetir istilah paramadina) "kelompok penentu kecenderungan".
Mereka yang gandrung sufi bisa ikut Paket Study Islam. Pertemuan berlangsung seminggu sekali, dosennya berganti-ganti. Yang dibahas misalnya, pengantar study tasawwuf, konsep insan kamil, dimensi mistik dan akhlak dalam islam. Namanya juga diskusi, antara satu dosen dengan dosen yang lain sering berbeda. Misalanya, ada yang pro tarekat, ada yang kontra. Lumrah.

Tasawwuf biasanya di ajarkan melalui tujuh pertemuan, perjumpaan terakhir berisi pratikum, dipimpinAsep Usman Ismail. Semula, praktikum itu berupa kunjungan kepondok Pesantren Suryalaya, jawa barat. Berangkat sabtu pagi dan kembali ke Jakarta Minggu sore. Belakangan, karena kesulitan teknis, guru-guru Suryalaya lah yang diundang ke paramadina.

Nurcholis mewanti-wanti, pelajaran tasawwuf tidak boleh menjelma menjadi tarekat tertentu, "itu sudah menyimpang dari gaya paramadina yang terbuka dan independent" katanya.

b. Majlis Taklim Hajjah Henny.
Meskipun jauh dari kota besar, H. Henny Uswatun Hasanah berpikiran modern. Ia mendirikan kelompok sufi yang jauh dari kesan dekil. Rumahnya lumayan bagus di desa Tegaltirto, Brebah, Sleman, Yogyakarta. Tempat tingganya itu, selain buat pengajian, juga merangkap tempat usaha border dan catering.

Jamaahnya mencapai 2.500 orang, dari semarang, Temanggung serta Yogyakarta. Tiap sore, Henny selalau menerima tamu. Ada yang khusus mengaji, tapi tak sedikit yang ingin berobat. Malam hari, bersama jamaahnya Henny mengadakan salat tahajud. Setiap sabtu pahing siadakan pengajian rutin. Khusus pada malam jum'at dilakukam kegiatan istighfar, mulai pukul 22.00 WIB hingga subuh.

Kemampuan mengobati orang ini diperoleh Henny saat naik haji. Ketika di Mekkah persisnya di dekat sumur Zam-zam, tiba-tiba dirinya dirangkul seorang wanita. Wanita itu mengelus-elus kepala Henny. Lalu kepala Henny di taruh dibawah ketiak wanita mestirius tersebut.

Kisah ghaib lain adalah kala Henny berada di Masjid Nabawi, seusai sholat isya', dia melihat dua bulatan sinar keluar dari makam Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi wasallam. "sejak itu, saya merasa bisa menolong sesama", kata ibu lima anak itu. Dan terbukti kebenarannya, tentunya dengan seizing Allah.

c. Tarekat Naqsabandy Khalidiyah.
Tarekat Naqsabandy sangat terkenal. Anggotanya puluhan ribu orang dari Tulung agung, Blitar, Nganjuk, Surabaya, Malang, Semarang,Jakarta, dan bahkan dari beberapa kota di Sumatra. Yang berminat menekuni naqsabandy harus menghadap KH. Bastomi, pemimpin tarekat atau yang disebut mursyid itu.

Setelah pendaftar terkumpul dua ratus orang, mereka wajib datang sesuai dengan waktu yang di tentukan. Jamaah baru itu digembleng selama dua puluh hari. Peserta wajib mondok. Pengajian dimulai selasa pagi, diawalai dengan pembaitan. Jamaah duduk tawaruk di sekeliling ruangan, sementara KH. Bastomi berada paling depan. Satu persatu mereka bersumpah dengan bimbingan mursyid. Selesai disumpah, jamaah harus mengikuti pengajian sufi setiap selasa dan jum'at pagi.

Setelah tahu arti tarekat, jamaah membaca wirid Ismu Dzat menurut tingkatan masing-masing. Ada tiga kelas, yang pemula membaca 5.000 kali sehari, sedangkan yang paling senior sampai 9.000 kali. Mereka membaca dzikir, tahlil, dan asmaul husna. Wirid dilaksanakan usai sholat fardhu.

Selama mondok peserta harus mengurangi tidur, tak bicara di luar keperluan, tidak makan sesuatu yang berbahan dasar ikan atau binatang. Lebih dianjurkan jika berpuasa, namun ini tak wajib. Nafsu sexsual harus di kekang selama mengikuti acar, walaupun bercampur dengan istri sendiri. Setelah pemondokan itu selesai, wirid wajib di baca di rumah masing-masing.

Kata KH Bastomi, wiridan merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu peserta tarekat memenjarakan hawa nafsu duniawi dan mengganti semua tujuan ibadahnya untuk mencapai ridho Allah. Targetnya muroqobah, yaitu dekat dengan Allah hingga tercabut hijab antara makhluq dan kholiq", ujarnya. Inilah derajat tertinggi dari tarekat.

Pada tingkatan muroqobah itu, manusia merasa dirinya dekat dengan Allah. Saking dekatnya, seolah roh Allah menyatu dalam diri manusia. Inilah yang sering kali disebut al wihdatul wujud atau manunggaling kawula gusti. Derajat tertinggi dari tarekat, terhubungnya manusia dengan Tuhan saat berdzikir itu disebut fana.

Tarekat asuhan KH. Bastomi diikuti berbagai kalangan. Mulai pedagang, pegawai, karyawan, para eksukutif, hingga pengusaha. Jumlah jamaah perempuan tiga kali lebih besar ketimbang jamaah laki-laki. Silsilah ajaran Naqsabandy tersambung sampai Rosulullah malalui syeh Abdul Qadir Jailani. Tarekat model Abdul Qodir jaelani ini sudah dikenal sejak 1.300 tahun lampau. (Majalah Gatra. hal : 69-71, edisi 30 September 2000 M )

d. Grand Wijaya
Berlokasi di daerah Melawi, Jakarta Selatan. Diasuh oleh Asep Usman Ismail MA, dengan jumlah pesrta mencapai 30 orang dari kalangan menengah keatas. Pendidikan mereka minimal sarjana, bahkan ada beberapa yang lulusan S-2 atau S-3. Mereka bekerja di sektor pemerintah atau usaha milik negara. Banyak juga pensiunan. Ada mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai, mantan Pejabat Eselon II di depertemen Keuangan, dan mantan Pengacara. Ibu rumah tangga juga tidak sedikit.

e. Jamaah Majlis Tasbih.
Bertempat di Jalan Gaharu I nomor 9, Cipete, Jakarta Selatan, tak kurang dari 100 jamaah berpakain putih (dilarang berpakaian merah) setiap malam memadati rumah berlantai dua milik Haji Bambang Widiarsono, 53 thn. Mereka adalah Jamaah Majlis Tasbih, kelompok tasawwuf yang tiap malam melakikan dzikir sehabis sholat isya'. Khusus untuk malam jum'at, jamaah mencapai 300 orang. Selain berdzikir, mereka juga melakukan sholat tasbih dua rekaat. Jamaah yang menjadi anggota majlis ini adalah mereka yang pernah berkonsultasi untuk penyembuhan penyakit yang di deritanya. Mereka mendapat terapi penyembuhan melalui dzikir sehabis sholat isya'. Lamanya dzikir tergantung tingakat masalah yang dihadapi pasien" Ujar Bambang. Kalau yang ringan , cukup mengikuti dzikir selama seminggu, sedangkan yang berat bisa sampai 40 hari" Ujarnya. Selagi berdoa dan berdzikir, mereka dibimbing seorang imam.

f. Forum Kajian Tazkiyatun Nafs Universitas Indonesia (FKTN-UI)
Ini forum pengajian tersetruktur islam dengan pendekatan tasawwuf. Tujuannya, memberi pemahaman pengetahuan bertaubat, pengertian membersihkan hati dan jiwa, serta pengetahuan tentang jalan menuju Allah. Setelah mengikuti kajian, peserta diharapkan menjadi lebih sadar tentang dirinya dan tugasnya di dunia.

Forum ini tidak mengikat dan tidak mengarahkan peserta kedalam jamaah apapun serta ordo tarekat manapun", kata Herry Mardiyono, 26 tahun, seorang pendiri FKTN-UI. Setelah materi pengajian selesai, peserta di bebaskan berpencar mencari jalan masing-masing, dengan harapan menjadi lebih tergugah untuk memperbaiki diri dan memulai hidupnya dengan lebih islamy secara menyeluruh.

g. Paramartha Internatiaonal Centre For Tashawwuf Studies (PICTS)
Bermarkas di Bandung, di Jalan Dago Pojok 37E/161B. PICTS adalah satu divisi di bawah Yayasan Pendidikan Paramartha, yang khusus bergerak dalam kajian tasawwuf. Kazanah tasawwuf bertebaran di berbagai pelosok dunia islam bak mutiara terpendam. Kekayaan ini diangkat, ditelaah, dan diintegrasikan satu sama lain agar membentuk kalung mtiara, yang bisa dinikmati dan didudukkan dalam konteks islam yang semestinya. Itulah obsesi PICTS.

Maka PICTS mencoba mengangkat khazanah tasawwuf Indonesia ketataran internasional. Khazanah Bhagdadi (Timur Tengah) yang selama ini mendominasi kajian tasawwuf, dirasa semakin lengkap bila ditautkan padanya berbagai mutiara lain yang selama ini terpinggirkan, seperti halnya tasawwuf di Indonesia.

h. Serambi Suluk.
Di Makasar, Sulawesi Selatan, ada forum kajian Tasawwuf Makasar dengan nama kajian "Serambi Suluk". Menurut Imam Suhadi, mentor forum kajian itu, umumnya peserta yang memasuki forum kajian ini merasakan bahwa ajaran agama yang mereka peroleh terasa kering. "mereka merasa kering dengan ritualitas-ritualitas keagamaan yang merekatak mengerti visi dan tahapannya", kata Imam kepada Zaenal Dalle dari Gatra, jumlah anggotanya sekitar 30 orang.

Karena itu kajian serambi suluk mempunyai beberapa tujuan, antara lain membuka wawasan dalam memandang dien islam dalam perspektif tasawwuf, dan menuntun para pencari jalan menuju Allah Ta'ala.

i. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN).
Bila ditilik dari jumlah pengikutnya, tarekat terbesar di Indonesia adalah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Tarekat inilah yang akhir-akhir ini kian menarik perhatian masyarakat Jakarta. Saat ini, lokasi pembacaan manaqib (biografi Abdul Qadir Jaelani) dan khataman TQN tak kurang dari 110 tempat di Jakarta.

Dalam semalam, minimal ada tiga tempat untuk manaqiban dan khataman. Mereka dibimbing sekitar 30 mubaligh. Sesepuh TQN se-Jakarta dan sekitarnya adalah KH Abdul Rasyid Effendy, 61 tahun. Jumlah jamaah TQN se-Jakarta sekitar satu juta orang. Se Indonesia sekitar tiga juta orang. Dalam tiap malam, manaqiban di Jakarta kat Rosyidi kini diikuti 20-30 orang baru.

Pengikut TQN tidak hanya kelas atas, melainkan dari semua lapisan, termasuk kelas bawah. Menurut ketua Wilayah TQN Jakarta Utara, Maksum Saputra, ikhwan-ikhwan (anggota) TQN diwilayahnya banyak dari kalangan nelayan dan penjual ikan. Di Ciputat, Jakarta Selatan, antara lain diikuti pengusaha kerupuk dan kondektor bus, disamping itu, banyak juga mantan mentri, artis, pengusaha, dan pejabat tinggi negara yang bersidia di baiat menjadi jamaah TQN.

Menurut Rosyid, yang sejak 1994 diangkat sebagai wakil talqin (khalifah mursyidah) Abah Anom, masuk TQN tidak sulit, cukup mengikuti acara manaqiban lalu diberi pengarahan sekitar setengah jam, ditalqin dzikir sekitar 5 menit, dan di baiat. Baiat berisi janji setia pada Tuhan untuk menjalani amalan dalam TQN, amalan itu intinya berisi dzikir dhohir dan khofi.

j. Pengajian Tarekat Akmaliyah.
Letaknya di Jawa Timur (Desa Wringin Anom, Kecamatan Tumpang, Malang) . Tarekat ini melanjutkan ajaran syaikh Siti Jenar, yang di populerkan Sultan Hadi Wijoyo (Joko Tingkir, Raja Pajang). Tarekat Akmaliyah menganut paham teologi pembebasan, bahwa setiap manusia berhak bertemu Tuhannya. Tarekat ini tak mengangkat mursyid sebagaimana tarekat lainnya, hanya ada semacam koordinator, (dalam hal ini Kiai Ahmad, seorang petani biasa adalah sebagai koordinatornya), Lelakunya ringan, jumlah dzikirnya tak dibatasi bilangan, disesuaikan dengan kemampuan dan waktu yang bebas.

Alumninya berjumlah ratusan, antara lain Drs. Agus Sunyoto,MPd, 41 thn. Dosen SekolahTinggi Agama Islam Negeri Malang ini bergabung dengan tarekat Akmaliyah setahun lalu. Tarekat ini tak mengenal pemondokan dan pembaiatan. Setelah berdiskusi dengan kiai Ahmad untuk meluruskan persepsi, jamaah bisa wiridan sendiri di rumahnya. "Tarekat ini cocok untuk orang sibuk" ujar Agus. Menurut dia tarekat Akmaliyah mampu menghubungkan manusia kepada Roh Allah, akibatnya hidup jadi lebih ringan. (lihat Majalah Gatra, hal 66-67 Edisi 30 September 2000 M)

Inilah sekilas tentang bentuk pengajian tasawwuf atau tarekat yang berkembang di Indonesia, yang sampai sekarang ini masih terus berkembang di negara kita.

VII. PENUTUP.

Al hamdulillah, penulisan makalah yang berjudul "Perkembangan tasawwuf di Indonesia" ini bisa tersusun, ini semua berkat pertolongan Allah dan bantuan beberapa ikhwan yang ikut berusaha dalam penyusunannya. Namun kami yakin bahwa makalah ini masih sangat banyak kekurangannya, terutama dalam referensinya. Maka saran dan kritik yang bisa meningkatkan mutu makalah ini kami sangat harapkan dari para pembaca. Semoga menjadi amal yang sholeh dan diridhoi Allah Ta'ala. Amin.


DAFATAR PUSTAKA
1. Al Qur'an al karim
2. Majalah Gatra, 30 September 2000 M.
3. Majalah As Sunnah ,Edisi 17/Th.ke-2
4. Hartono Ahmad Jaiz, Tasawwuf Belitan Iblis, Cet. Ke-3 1422 H/2001 M, Darul Falah.
5. Koran Republika, 28 April 2001 M, nomor 110 tahun ke-9.
6. Al Jihad wal Ijtihad, Umar bin Mahmud abu Umar, Cet Pertama 1419 H/1999 M, Darul Bayariq.

1